Kemarin saya merasa beruntung, saat bongkar-bongkar menemukan buku ejaan bahasa jawa lama berjudul Pembangunan Djiwa. Buku itu Tuntunan Ketsutjian Kedjudjuran. Kanti Dedasar Lajang Kalimosodo. Tampilan buku tersebut sangat usang, sisi bukunya sudah tidak rata (bahasa jawanya mreteli) karena dimakan kala. Kertasnya kecoklatan, mungkin dulunya putih. Sampul buku sudah disolasi plastik untuk menyatukan. Tapi sampul buku pun tetap terlepas dari bundel halaman buku karena sudah tidak rekat lagi.
Harga buku itu Rp.20,-. Terbitan M.A.Bachrun Jogyakarta 1381H/1961, tjetakan kaping sekawan (baca: cetakan keempat). Rupanya buku itu milik almarhum mbah kakung (baca: kakek) dari almarhum bapak saya. Ada tulisan tangan nama beliau di pojok atas buku halaman paling depan. Soal judul, saya pikir tetep up to date, karena membangun jiwa adalah topik yang tidak dipengaruhi oleh dimensi waktu; dulu atau kini.
Saya menceritakan buku ini karena:
Pertama, ada amanat penulis untuk menyiarkannya.“ Pramila buku punika kula aturi njiaraken dateng sederek ingkang dereng mangertos dateng kuwadjibanipun gesang wonten ing alam ndonja, supados sama remen anggenipun sami pasederekan. Tuwin temtu rugi menawi mboten kerso mangertosi isinipun buku pinuka. Amargi isi puwitjal saking ngersanipun Gusti Allah kang paring urip kang nitahaken sedaja manungsa”.
Terjemahan versi saya: Silahkan buku ini di siarkan kepada saudara kita yang belum atau ingin mengerti kewajiban sesungguhnya hidup di dunia, supaya sama-sama-sama tahu dan menciptakan persaudaraan. Kita semua akan rugi jika tidak mau mengetahui isi buku ini. Karena isi buku pelajaran ini adalah perintah Allah Sang pemberi hidup untuk semua manusia.
Kedua, karena saya tertarik pada bahasannya, juga pada gambaran yang ada di luar yang tertuliskan (baca:tidak tertuliskan). Buku ini memberikan informasi secara tidak langsung kepada saya tentang kondisi ataupun gambaran umum muslim di Indonesia pada tahun buku diterbitkan. Buku ini mengingatkan saya pada masa-masa perjuangan Nabi Muhammad SAW di mekkah, masa jahiliyah (baca: gelap, kelam). Saat itu rasul berusaha menanamkan aqidah (baca:keyakinan akan kebenaran dan kekuasaanNya) lewat ke-Esa-an dengan penjelasan hukumNya. Hal itu bisa dilihat pada dominasi pilihan M.Amin BR, pada kutipan ayat-ayat al-qur’an. Ia berusaha menumbuhkan penyadaran pembaca melalui pahala dan ancaman pada hukumNya kepada siapa yang patuh atau melanggar perintah dan kewajibanNya.
Buku ini pun mengikutsertakan tata cara sholat beserta bacaanya sebagai media dalam upaya memunculkan kesadaran, kepasrahan dan doa yang bisa menyehatkan jiwa. Uniknya, peraga laki-laki tidak menggunakan peci, koko atau jubah untuk sholat, tetapi memakai blankon, baju bermotif garis (baca:sorjan) Dan kain panjang jawa (baca:jarik-batik). Sedangkan perempuannya tidak menggunakan mukena atau kain yang sempurna menutupi auratnya. Melainkan menggunakan kebaya serta kain yang hanya dilingkarkan mengikat kepala dengan telapak kaki terlihat.
Ternyata, di negeri mayoritas muslim ini, pengajaran, pemahaman dan pelaksanaan dilakukan secara berangusr-angsur. Metode atau media disesuaikan dengan obyek;audien. Hingga bentukan atau hasilnya adalah upaya belajar berkompromi dengan produk budaya lokal dengan mempertimbangkan jenjang pemahaman.
Pembangunan Djiwa. Terdengar janggal judulnya ya, tapi kita maknai saja sebagai sebuah proses, sebuah usaha subyek yang dianugerahi jiwa untuk terus melakukan perubahan positif; yang menguntungkan. Pembangunan juga bisa diartikan mengadakan yang belum ada dan atau memberdayakan, meningkatkan daya guna yang ada (baca:jiwa) untuk kesejahtreraan. Sejahtera di “sini” dan di “sana”.
Namun dalam buku Pembanguna Djiwa, Tuntunan Ketsutjian Kedjudjuran. Kanti Dedasar Lajang Kalimosodo. Saya tidak mendapatkan apa itu jiwa? Hingga bisa menjadi pemiliknya suci dan jujur?. Karena itu saya dihantarkan pada Mencari Jiwanya William Barret, tapi ndak ketemu apa yang saya inginkan. Lalu mencari di Dinamika Jiwanya Sachiko Murata, baru bisa saya pahami, walaupun tidak ada definisi jelas mengenai apa jiwa itu sendiri.
Jiwa sudah bisa diangankan. Menurutnya jiwa itu adalah bagian kecil alam /mikrokosmos. Ia pun merujuk pada teks-teks Sufi. Di sana membayangkan, bahwa jiwa adalah “sesuatu” yang harus dirubah dan dikembalikan sifatnya menjadi suci kembali sebagai sifat dasarnya.
Sachiko pun menggambarkan tahapan perkembangan jiwa khas sufi. Tahap paling rendah jiwa yang menguasai kejahatan (nafs al-ammarah bi’l-su), dimiliki oleh orang yang biasa memiliki kelalaian. Tahap selanjutnya, jiwa yang menyalahkah (al nafs al-lawwamah), berkaitan dengan mereka yang telah mulai berjuang di jalanNya. Mereka sudah menyadari kelemahan-kelemahan mereka dan meyalahkan diri sendiri dalam kegagalan-kegagalan untuk mematuhi petunjuk-petunjuk normatif yang ditetapkan oleh perintah petunjuk. Tahap terakhir, jiwa yang damai denganNya. (al nafs al-muthma’innah) dicapai oleh meraka yang berhasil mencapai kesempurnaan manusia;bersih suci.
Jadi menurut saya, jiwa yang merupakan dimensi kecil dari aku yang memiliki banyak dimensi-dimensi adalah tidak lain merupakan representasi diri. Merupakan produk gabungan atau hasil gotongroyong atau kerja dari segala macam dimensi atau komponen-komponen pembentuk diri. Mulai dari hati dengan munculnya damai-tentram yang merupakan kondisi rasa.
Ruh ditandai dengan kata melakukan atau mendapatkan kesempurnaan. Akal ditandai dengan adanya kesadaran yang umumnya dihasilkan oleh tidakan timbang menimbang baik buruk. Akal yang beraktifitas, berpikirnya atas kesalahan-kesalahan atau petunjuk-petunjuk normatif. Sedangkan perjuangan mengambil badan sebagai tempat yang tampak atas dukungan total ragam dimensi diri itu sendiri.
Menyederhanakannya sebagai berikut:
Kita tidak akan atau akan mencuri (kerja hati : ada niat juga sesuai keyakinan/aqidah dalam hati akan benar atau tidaknya aktifitas itu). Apakah mencuri akan merugikan orang lain secara materi misalnya (kerja akal yang menimbang dan menginfentarisir kerugian yang akan diderita permilik benda). Bisa melakukan pencurian benda kerja ruh-ada nyawa.
Untuk hal ini Allah pun tidak menerangkan lebih lanjut, karena persoalan roh adalah urusanNya QS.75: 85). Wujudnya: tindakan mengambil atau tidak benda/ milik orang lain (kerja raga lewat tangan). Hakekatnya, sesungguhnya, keberhasilan memutuskan untuk tidak mencuri adalah hasil perjuangan jiwa yang selalu ingat akan Dia. Kemenangan yang terus menerus bisa akan menghantarkan kesucian, karena terjaganya diri. Terjaganya diri, akan membawa ketentraman dan kedamaianNya pada diri
Bagaimana buku M.Amin BR membuat tuntunan agar manusia itu kembali suci dan jujur? Kira-kira tidak jauh dari contoh yang disederhanakan di atas.
Jadi bukan tanpa alasan mengapa buku ini menitik beratkan kepada aqidah kepada Allah. Karena keyakinan adalah pondasi sekaligus ruh dari perbuatan dan perjuangan diri;jiwa dan raga. Efeknya, akan menuntun manusia untuk terus meniti jalan lurus agar bisa kembali kepadaNya dengan ridoNya.
Selain itu, bukunya mencoba membongkar dan memberikan kesadaran kepada muslim siapa manusia sebenarnya. Bagaimana asal usul penciptaanya. Siapa saja yang menjadi musuh terberat dirinya selain dirinya sendiri. Dari mana. Siapa yang menciptakan. Harus bagaimana dalam menjalani hidup. Lalu, akan kemana selanjutnya setelah hidup di dunia.
Perlu diingat kembali, pembongkaran kesadaran yang dilakukan penulis buku ini tidak pernah lepas dari janji dan ancamanNya. Saya rasa penulis sangat mempertimbangkan kondisi di tahun 1961, terutama pada pengetahuan umat Islam saat itu, yang mungkin mamang harus begitu sebagai tahap awal (meyerupai Allah menurunkan jenis wahyu-kalamNya yang berbeda antara di makkah dan madinah).
Oleh sebab itu, agar diterima lebih mudah oleh pembaca, buku ini mencantumkan seolah-olah sebagai dasar (yang isinya memang berdasar pada kalamNya). Salah satu ajaran Lajang Kalimasada tercermin pada Dhandang gula (tembang :lagu ;syair bernuansa jiwa tenang dengan kejernihan wejangan Islami karya sastra besar islam Walisanga). Isi dari dhandang gula itu menggambarkan kehidupan didunia, juga keharusan memiliki kesadaran akan penciptaan, tujuan, tempat kembali manusia dikemudian hari.
Jika ingin tahu lebih tentang macam syair yang merupakan karya sastra besar Islam kesembilan wali, bisa membaca Nancy K.Florida pada Menyurat yang Silam Menggurat yang Menjelang, penerbit Bentang. *Saya juga belum tuntas membacanya, heee…*
Salam membangun djiwa
Handayaningrum
_______________________________
Up date : Penilaian yang saya berikan ini sangat mungkin sekali mendekati kesubyektifan dan belum tentu sama dengan penilaian pembaca lainnya. Itu terjadi karena stimulus atau obyek yang sama dalam hal ini buku yang dibaca itu belum tentu memiliki sensasi yang sama antara saya dan pembaca lainnya. Bagus tidaknya, menarik tidaknya juga sangat dipengaruhi oleh selera pembaca.
pertamax !!!
Perempuan:
Saya petromak aja lah….. 🙂
By: andi bagus on 13 Desember 2007
at 6:16 PM
boleh cempluk pinjam gak ya buku nya ?? :p *ngarep.com*
perempua:
Boleh, tapi gimana ngasihnya 🙂
By: andi bagus on 13 Desember 2007
at 6:17 PM
pake huruf jawa ga.. hehehe pusing bacanya kalo pake huruf jawa
perempuan:
Untungnya ndak, wong bahasa buku itu saja sudah mengkrinyitkan dahi, apalagi kalo pake huruf jawa 🙂
By: Anang on 13 Desember 2007
at 6:33 PM
Jadi ingat Puntadewa yang memiliki senjata Jamus Kalimosodo yang konon kabarnya Kalimosodo berasal dari “kalimat syahadat”.
BTW sepertinya buku yang bagus tuch
Perempuan:
Yup, ada di cerita pewayangan *kata ibu saya*
Dibuku ini juga ruh syahadat, alias persaksian atas ke-ada-an dan kekuasaan Gusti Allah, dengan kata lain manusia siap untuk patuh akan “aturan dan titah” Nya itulah yang bisa membawa manusia suci dan jujur. Lalu, proses inilah yang dinamai penulis dengan Pembangunan jiwa. Jiwa yang merupakan representasi siapa diri kita.
Bagus? Saya pikir juga begitu sam deKing 🙂
By: deKing yang biasa2 saja on 13 Desember 2007
at 8:19 PM
Jadi ingat masa kecil saya., saat diajar sholat tak semuanya pakai mukena. Mukena yang dibuat ibu berupa terusan (sekarang kan dibagi dua). Yang nggak punya menggunakan kain jarit (kain panjang)….yang bawah dipakai dengan diubetkan (dikelilingkan), dan kain atasnya untuk menutupi kepala dan tangan.
Bahkan saat sholat Idul Adha atau Idul Fitri, di stadion (dikotaku sholatnya selain di masjid juga diadakan di stadion) banyak yang saya lihat menggunakan dua jarit tadi.
Perempuan:
Ya ya mbak, sebuah buku yang berisi cerita itu sering memberikan pengajaran juga menghidupkan ingatan-ingatan kita. Membawa imajinasi kita ke luar dari keadaan yang sedang kita hadapi saat ini ke waktu dan tempat yang lain.
Akhirnya bisa deh kita bersyukur atas yang ada…..
Kalau jaman ibu saya mbak, atas dan bawah pake jarit semua. Jarit yang bawah digubetin, jarit yang atas ditemitiin pake jarum, peniti atau jepet 🙂
By: edratna on 14 Desember 2007
at 12:00 AM
saya kenapa jadi mikir kalau ilmu pengetahuan itu tidak pernah berevolusi yah? tapi pengetahuan tentang ilmu pengetahuan itulah yang bisa berevolusi. bener nggak sih?
lah maap malah jadi OOT.
Perempuan:
Ndak, ndak OOT kok,
Saya malah dapet ide dan jawaban dari panjenengan 🙂
IlmuNya itu memang hwebbbat! Berisi yang lalu, kini dan yang akan datang. Jadi gak bakalan lawas alias kadarluarsa alias xpayet.
Kita saja manusia yang baru bertemu dengan ilmu menganggap dan menyebut yang baru (yang padahal gak baru ada, alias padahal udah terpesani dalam ilmuNya sejak dulu) itu dengan istilah baru: inovasi, evolusi atau revolusi dan kawan-kawannya. *Kalo gak salah si gitu*
By: bedh on 14 Desember 2007
at 1:59 AM
jujur sifat yang langka
Perempuan:
Karena langka, yuk ikut melestarikan, biar terus terjaga kelestariannya 🙂
By: iNyoNk on 14 Desember 2007
at 1:02 PM
gahhh….buku bagoss sangadh!!!!!!
*nyatronin pasar buku bekas malem-malem*
Perempuan:
Lokasi dimana? kok ada pasar buku bekas malem-malem? Jadi pengen tahu, siapa tahu bisa ikutan kesana dan cari buku antik lain. 🙂
By: Hoek Soegirang on 14 Desember 2007
at 5:54 PM
Sangat bagus untuk mengingatkan diri, ranah merenung kalbu. Amin.
Perempuan:
Kira-kira begitu, mengingatkan ya mengingatkan.
Semoga kita semua bisa ya, amin…..
By: Ersis WA on 15 Desember 2007
at 1:25 AM
saya juga sering ‘mbongkar2’ lamari alm eyang kakung, beliau punya banyak koleksi blangkon dan keris 🙂
ada juga buku2 usang tulisan tangan beliu tapi sayang ditulis pake basa Jawa ‘ho no co ro ko” alhasil karena nilai basa jawa selelu 5 diraport saya ndak bisa mbaca 😀
monggo dipun bangun djiwanipun 😀
Perempuan:
Kalu saya bongkar-bongkarnya punya alm bapak waktu lagi kangen banget dengan beliau, lalu berkurang deh sedihnya nemu buku antik punya alm mbah kakung yang dibawa merantau bapak 🙂
Wah sam Joyo, blankon dan keris? Peninggalan yang antik banget tuh, perlu dilestarikan karena punya nilai sejarah, banyak lagi jumlahnya.
Ho,no co,ro,ko, hurufnya antik banget nyelngkuer-nylengkuer, sangking uniknya jadi saya juga ndak ngerti,hhheeee……
Monggo-monggo, mugi-mugi kito diparengi kesanggupanipun engkang mbangun djiwo….
By: joyo on 15 Desember 2007
at 2:57 AM
Kalau saya bongkar2 punya eyang kakung adanya tuh … alat2 mbatik jaman dulu … tapi anehnya eyang kakung itu, banyak sekali pengetahuannya yang diucapkan… dari sini, saya bisa bayangin, eyang kakungmu itu bagaimana heheh
saya jadi penasaran…
Perempuan:
Canting (alat mbatik) dan membatik? Jeng perempuan pikir juga punya nilai filosofi yang tinggi bang. Bisa sebagai simbol keuletan, kesabaran dan kreatifitas. Menyiratkan bahwa setiap geraknya adalah usaha sekaligus kepasrahan padaNya Mungkin ini yang berimbas pada pembawaan orang tua (khususnya eyang kakungnya bang Kurt) yang menurut saya mungkin menghargai dan memaknai banget yang namanya hidup. Walaupun belum ada internet apalagi blog, pengetahuan yang mereka punya dah segudang, kalau bicara itu selalu mengaitkan manusia-alam-Gusti Sang Pencipta jagad raya. Jadi orang tua dulu itu podo arif, bijak dalam bertutur juga berbuat. *Hmmm jadi pengen ketemu dan belajar dengan orang-orang yang nyicipin hidup di masa lalu, pengen bisa seperti mereka*
Saya juga penasaran bang…..
Penasaran dengan pengetahuan alm-eyangnya bang Kurt. Penasaran dengan hidup. Penasaran dengan keputusan selanjutnya dariNya untuk saya, heee….
,
By: kurtubi on 15 Desember 2007
at 5:29 AM
Ya ya ya… 🙂
Perempuan:
Ya apa hayo? ya ya ya juga ya mbak dwi 🙂
By: dwihandyn on 15 Desember 2007
at 11:44 AM
lama saya pengen membaca yang pake bahasa begini ini hehehe tapi nggak dapat-dapat, mungkin lebih ke malas mencari..
saya pikir, banyak nilai sufi yang ada dalam buku itu, agh penasaran….
Perempuan :
Emang cak, kalau melakukan sesuatu kita sering butuh ketertarikan yang lebih. Lebih mudah lagi kalau sudah ada niatnya, lebih bisa cepat terlaksana mencari dan mendapatkan obyek-obyek ketertarikan itu.
*saya ini juga masih sering malas, heee…*
Saya pikir? Ini sudah menunjukkan aktivitas berpikir cak
Nilai sufi apa bukan ya?
Tapi yang saya pikir *ngikut ne* berdasar sangat pada firman dan petunjukNya….
By: peyek on 16 Desember 2007
at 1:24 AM
Wah, uraian yang menarik, Mbak. Salut, mbak sudah menguraikannya panjang lebar dan bisa dijadikan renungan.
Perempuan :
Menarik? Masa si mbak Hanna, dimananya yang menarik?.
Salut? Agh jadi pengen malu saya mbak, heeeee….. 🙂
Tulisan saya masih suka main loncat-loncatan ya mbak? Jadi mungkin kepanjangan dan kelebaran sampe kemana-mana ya?, maklum ya mbak masih belajar nulis, hihks… hiks… hiks… 🙂
By: Hanna on 16 Desember 2007
at 6:11 AM
buku yang bagus
*ngiri mode on*
tapi mang kalu membaca buku2 super jadul, kita seperti masuk kedalam sudut pandang yang lain, kita pernah membaca hal yang sama tapi entah kenapa membacanya dalam format jadul menjadi lebih sederhana dan lugas
sory koment OOT
Perempuan :
Ah kenapa merasa OOT mbak Ord? Gak OOT kok 🙂
Mbak Ord kan cuma keburu-buru aja nulisnya, soalnya waktu nulis komentar udah ada yang nunggu dan mau jemput mbak ord ke acara kampanye kan? Heeee
Ya, sebuah buku yang berisi cerita atau bukan sering masuk ke ruang hayal kita, jadi terkadang kita kebawa-bawa ke ingatan masa lalu ataupun gambaran masa lalu. Hingga kita bisa memperkirakan keadaan-keadaan yang dikisahkan dalam buku itu.
By: ordinary on 17 Desember 2007
at 9:35 AM
syair di lagu kebangsaan kita pun mengusyaratkan hal serupa: “bangunlah jiwanya, bangunlah badannya”. jadi, menurut pendiri bangsa pun jiwa harus dinagun dulu baru badannya. 😀
Perempuan:
Yup,yup,yup… jiwa emang penting untuk dibangun. Hal-hal immateri ternyata bisa kok menjadi penggerak ragawi yang sifatnya materi. Jadi mungking karena itu jiwanya dulu baru badannya. 🙂
Kalau hanya tubuh yang dibangun tapi tanpa sepirit bagamana jadinya ya?
Karena yang persoalan jiwa ini dikaitkan dengan bangsa oleh sam Siti Jenang, jadi saya ambil contoh yang berhubungan dengan bangsa. Misalnya: Merdeka ataoe Mati, akhirnya karena semangat berani untuk mati jadi bisa mewujudkan merdeka dan bangsa (sebagai wujud badan pemerintah juga kedaulatan)
*Gitu bukan ya???* 🙂
By: sitijenang on 18 Desember 2007
at 10:59 AM
Skrang susah cari buku atau bacaan basa jawa, Djoko Lodhang aja aja susah apalagi yg lain. Siapa yg melestarikan budaya Jawa kl bkan orang Jawa. Kl boleh usul buku tsb discan aja, shg aman dan bisa diwariskan ke penerus kita.
By: Ismoyo on 9 Januari 2010
at 10:19 PM
4.ismoyo
ok thnks wat usulannya.;-)
By: ningrumlagigaklogin on 10 Januari 2010
at 8:37 PM
buku ini yg sy cari stlh skian lama menjalani proses khidupan. bolehkH sy tau lbih banyk ttg buku ini???
@budi,
boleh-boleh, bagian apa yang banyak ingin diketahui?
By: budi on 11 Februari 2010
at 7:56 PM
@Budi:Saya punya buku yg sama mas……dan saya mau menjualnya mas…..klo berminat hub:02196480720
By: rahmathusniawandi on 10 Mei 2010
at 5:36 PM
saya jga punya buku dgn judul yg sama mbak…….
@rahma
O ya?, punya banyak buku-buku semacamnya or buku-buku lainnya? mau berbagi? 🙂
terimakasih y sudah memberi apresiasi 🙂
By: rahmathusniawandi on 10 Mei 2010
at 5:34 PM
ane copas ya bu / bpk..menarik nech…
makasih banyak…
@Anas
ya silahkan saja, terimakasih kembali. Semoga bermanfaat
Salam kenal 🙂
By: aNAS on 20 Mei 2010
at 8:48 AM
bisa mintak tololong dikopy in gak..?
@raden.g
bisa-bisa saja, anda berminat?
By: raden geblek on 1 September 2010
at 3:22 PM
Maaf saya br bisa membalas sampai sekian lama ini ya bu,… kulo nyuwun pangampune geh bu,…
Saya sudah lama terkena penyakit yang saya tidak tahu jawabanya sampai saat ini enggeh mungkin kulo taseh diparingi ujian dateng Gustu Pengeran, saya pun sudah lupa juga waktu bermimpi disuruh untuk mencari ilmu jamus kalimosodo dan saya ketumu anda, makanya saya menginginkan ilmu/ pelajaran itu agar dapat berjalan seperti manusia biasa. Apakah saya boleh mendapatkan salinan buku itu,..? Terimakasih sebelumnya,…. Maaf Saya lupa alamat ini, tadi pagi iseng2 kok malah ketemu. alamat email saya : radengeblek@gmail.com mungkin alternatif agar saya dapat berkomunikasi dengan anda,… Terimakasih.
By: radengeblek(roma) on 25 Juni 2013
at 8:00 AM
syukurlah mbakyu kerso ngunduh ngelmune kanjeng sunan kalijogo
kawruh bathin kang agung ginanipun
mugi poro sedulur dangan ing galih: nyinau ngelmu “diri” litaarofu binafsi.
Ujare Ulomo”man arofa nafsahu faqod arofa robbahu”, sopo wonge mangerti diri pribadine, mongko temen bakal ngerteni Pangeran Gustine.
salam,
samsu 081345613169
@pksamsu
segala macem ilmu niku saget pikantuk sangking segalal rupa, dari yang kita anggap tidak berguna sampai ke yang kita sangka berharga. Sudah betul itu pak, kalau di teori, manusia itu replika dari alam semesta;termasuk hal-hal yang tak terjamah oleh indra:Tuhan. Melalui perenungan-perenungan dan pemikiran-pemikiran yang di mulai dari diri sendiri, ternyata akan ditemukan semesta yang besar dan sebuah hubungan yang nyata (bagi yang percaya) jika (siapa) Tuhan itu ada. *masihbelajar.com*
By: MAS SAMSU on 15 Desember 2010
at 6:41 PM
Kalo boleh saya minta salinanya.
setelah penjelasannya td, sya simpulkan ini ada kaitanya jga dgn lajang muslimin-muslimat yg sudah saya baca.
Kiranya sya di perbolehkan mndapat salinan lajang yg sodara punya. Karena penting bagi saya sebagai pnambah pngetahuan tentang ilmu yg bisa menjadi pengantar diri dari mlai di ciptakan hinga kmbali berpulang ke Yang Gusti
By: Aris on 10 Juni 2014
at 7:35 PM
Assalamualaikum, pak boleh saya minta tolong, saya mencari kitab yang seperti punya bapak, apa bapak tahu kira-kira dimana saya bisa membelinya/mendapatkannya, atau juga boleh saya minta tolong di fotocopy kan pak, nanti saya ganti uangnya
By: Muhammad reza ghozali on 25 Januari 2017
at 5:47 AM
wa’alaikumssalam warrahmatullah. Posisi bapak dimana?
By: Ningrum on 28 Januari 2017
at 8:43 AM
Alhamdulillah akhirnya dibales 😂
Alamat saya : jalan letnan jaimas no 828 rt 16 rw 05 kelurahan 24 ilir kecamatan bukit kecil kota palembang pak
Saya berharap betul punya kitab itu pak
By: Muhammad reza ghozali on 28 Januari 2017
at 10:42 AM
Saya ini perempuan lho, kok dipanggil pak 😦
oh ya, buku itu isinya bahasa jawa seluruhnya, tidak ada terjemahannya, yakin mau membaca buku ini? Mengerti bahasa Jawa?
By: Ningrum on 28 Januari 2017
at 11:05 PM
Hehe.. salah panggil😅
Maaf yah mbak
Iya nggak apa, saya minat dengan isi buku itu
Soalnya susah carinya
By: ! on 30 Januari 2017
at 4:44 AM
e-mail?
By: Ningrum on 5 Februari 2017
at 1:53 AM
se19124@gmail.com
By: Muhammad Reza Ghozali on 5 Februari 2017
at 6:32 AM
Waduh maaf nih mbak sebelumnya hehe.,
Iya nggak apa-apa mbak
Buku itu untuk untuk guru saya mbak
By: Muhammad reza ghozali on 28 Januari 2017
at 11:18 PM