Oleh: Ningrum | 3 Agustus 2015

Antara Wisuda dan Hidup

Situasi bisa mempengaruhi kondisi jiwa, senang, bahagia atau sebaliknya. Namun pada banyak kesempatan, khidmatan lahir dalam kesederhanaan dan dalam pemaknaan. Sebaliknya, kegemerlapan, keberlebihan dan perayaan yang raya seringkali menghilangkan kesakralan. Oleh sebab itu bisa benar jika ada ungkapan sepi dalam ramai dan ramai dalam senyap. Konotasinya sangat berlawanan  bukan?.

Ramai dalam suasana tak serta merta menghadirkan bahagia dalam rasa. Misalnya dalam sebuah pesta pernikahan dengan alunan berbagai genre musik, pesta perayaan tahun baru atau pesta ulang tahun. Bukankah ramainya kerap kali hanya berhenti dipendengaran? Tidak sampai ikut masuk kedalam hati dan jauh dari kehidmatan serta pemaknaan. Kondisi yang ramai atau bahkan sampai pada terlalu  malah membuat tak nyaman baik situasinya maupun rasanya. Hal tersebut bisa karena tak biasa, tidak-kurang suka dengan kata lain bukan gue  banget, karena sulit menyesuaikan jiwa (rasa) dengan kondisi atau memang karena merasa ada sesuatu yang tak bisa melengkapi senyuman bahagia.

Pada suasana yang seharusnya bahagia, tiba-tiba rasa memiliki realitas yang bebeda. Benar kata pariwara di tv bahwa rasa tidak bisa berbohong. Rasa itu spontan dan tidak bisa ditahan  sepenuhnya. Apalagi rasa itu bernama haru,  beberapa lembar tisu pun dikeluarkan untuk menyeka tetesan bening, ingat ini, itu, juga laki-laki tangguh yang sudah mendahului kami. Sekejab menjadi syahdu, haruku bercampur imajinasi  tentang beliau, ya jika ada untuk menemani. Karena ketika wisuda pertamaku bebrapa tahun lalu, bapak hanya sanggup menunggu di rumah. Sedangkan untuk wisuda yang kedua kali, juga harus tanpa beliau di lokasi, karena memang (inshaallah) beliau sudah berada dalam kedamaian dan kemulyaan-Nya. Love you bapak. Sekejab hatiku ramai oleh haru juga pilu.

* * *

Simple (sederhana) dalam banyak hal sangatlah menarik. Termasuk pada  moment wisuda, mulai dari penampilan, penyambutan dan atau dalam merayakan moment tersebut. Lalu, apakah sederhana juga merupakan bentuk penghematan? Bisa jadi, tetapi lebih tepatnya sederhana dekat dengan keefisienan karena tidak berlebihan. Jelasnya tidak ribet bin riweuh.

Kamis, 30 Juli 2015, para wisudawan  perempuan  tampak  habis-habisan dalam  berdandan dan menggunakan berbagai asesoris pada khimarnya (jilbab) mulai dari aplilkasi mutiara menjuntai, rantai emas menjuntai, hamparan bling-bling juga hijab yang ditimpah-timpah, mlungker-mlungker dan lain sebagainya. Sedangkan saya hanya mengenakan khimar satu warna senada dengan  warna kain tapis (kain khas Lampung) tanpa asesoris yang menjuntai-njuntai dan tanpa aksen mlungker-mlungker. Simpel (sederhana) sekali.

Sebagian menyukai kegemerlapan dan sebagian menyukai kesederhanaan. Ada yang memilih  tetap bersahaja dan sederhana meski ia mampu melampui kezahirannya, ada yang tetap sederhana dan berupaya bersahaja dalam  keadaan tidak berlimpah materi;memang sebatas itu kemampuan dan ketertarikannya terhadap gaya hidup, ada juga yang berupaya menunjukkan kegemerlapannya dalam keterbatasan yang disembunyikan, ada pilihan, keteguhan juga prinsip. Selain itu pada sebagian lainnya ada ketakberdayaan, ketaberdayaan atas keadaan, atas keinginan, gaya hidup, gengsi  dan berbagai hal lainnya.

Seringkali berupaya memahami hidup, tetapi jawaban yang didapatkan tidak selalu sepenuhnya membuat saya paham akan rupa-rupa yang ada dalam hidup-kehidupan.


Tinggalkan komentar

Kategori