Oleh: Ningrum | 9 September 2008

Logika dan Logistik

Logistik bisa dimaksudkan sebagai dana-fasilitas, juga berbagai infrastruktur-faktor  materi dan immateri yang mendukung menjadinya sesuatu hal. Sedangkan logika-(ber)logika saya dekatkan dengan suatu jalan ataupun metode untuk mempermudah terpahaminya sebuah persoalan atau kejadian. Logika dan logistik bisa berbanding sama dengan atau bahkan bertolak. Ke-logika-an dan ke-logistik-an postingan ini, saya pahami, saya ambil dan bagikan ke bloggers dari kumpulan kehidupan sosial kemasyarakatan, juga dari ranah politik luar negeri dan dalam negeri  (daerah;provinsi)

Pertama, logistik dan logika itu  berbanding samadengan.
Terganggunya logika karena terancamnnya logistik (logistik yang terganggu membawa effek negatif logika). Pada kasus ini saya menyebut logika tanpa logistik adalah anarki.
Contoh; Petani membakar sebagian hasil panennya karena, hasil panen bibit padi yang diunggulkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak sesuai dengan yang dipublikasikan dan diimpikan (maaf tempatnya saya tidak mencatat, tapi di daerah-pulau jawa, berita tanggal 4 Agustus 2008).
Kasus di Indonesia ini sangat berkaitan langsung dengan “perut” yang brarti juga adalah soal logistik. Tindakan kisruh atau pembakaran padi adalah soal logika yang sedang kacau, sangat reaktive; anarkis, membuncahnya emosi dan tersingkirnya logika. Tindakan ini ada juga karena efek kemungkinan besarnya tidak terpenuhinya atau akan terganggunya (perkiraan terancamnya) persoalan  logistik karena hasil panennya tidak bagus.

Ke-samadengan-an yang lain adalah jika logistik terpenuhi maka logika pun akan terjaga, jika logika terjaga yang tercipta adalah (sangat mungkin) keselerasan; ketenangan, kelancaran.
Contoh kasus; proses secara umum demokratisasi di Amerika, proses menjadinya Barack Obama sebagai kandidat presiden dari partai Demokrat. Dan betapa berjiwa besar – sumeleh nya Hillary Clinton pada saat pidato politik terbuka di Denvheur. Secara terang ia mengumumkan bahwa dirinya menerima kenyataan (telah terungguli Obama) dan meminta pendukungnya mengalihkan suara ke Obama demi satu;partai republik dan perubahan Amerika yang diusung Obama saat berival dengan Hillary hinga kini dengan Mc.Cain.
Logistik yang ada pada kasus ini adalah fasilitas-dana (tentu) dan yang tak kalah pentingnya adalah  pada faktor immateri yakni; kesiapan individu (jiwa-spirit), baik Hillary dan pendukungnnya untuk menerima kemungkina apapun. Lalu, dengan keimmaterian tersebut, mereka dapat bersikap dan bertindak sangat logis-menggunakan logikannya-barangkali berfikir matang untuk tidak merusak keadaan dan merugikan dirinya (golongannya) dengan tetap berpijak-terbuka pada-dan kenyataan.

Kondisi kedua, adalah kondisi dimana bertolaknya logistik dan logika.  Adanya atau terberinya logistik justru menutupi logika. Maksudnya, adanya logistik membuat logika bekerja tersendat-sendat tak mau berfikir jauh. Yang bersangkutan tak pernah menimbang bahwa logistik dengan nilai nominal  rupiah (yang tertera) yang diterima sejumlah 20 ribu dalam selembar hijau atau dua lembar merah muda yang habis sekejab hanya untuk dirinya sendiri ternyata, sangat berkemungkinan mampu merusak masa depan seluruh penduduk yang menetap didistrik tersebut. Menerima berarti ikut berpartisipasi. Jika partisipasi itu tanpa pertimbanagann dan pengetahuan akan obyek yang dipilih serta tanpa kesadaran penuh maka, hasilnya adalah  asal milih  pemimpin, asal jadi pemimpin atau adanya pemimpin jadi-jadian (tak wajar;mengharuskan diri menjalani jalan jadinya yang jadi-jadian).

Jika obyek adalah seorang yang korup maka, ia;pemilih adalah pembuka jalan untuk menjadikan  koruptor. Jika obyek adalah seorang nepotis, mementingkan keluarga dan golongannya dan  tak mendistribusikan kesempatan terbuka untuk yang berprestasi maka, pemilih adalah penyubur nepotisme. Jika obyek adalah seorang yang otoriter, maka pemilih adalah pencipta seorang diktator.  

Jika demikian, bukankah sangat tak seimbang, sangat jomplang logika 20 ribu itu?. 20 ribu yang sangat tak sebanding dengan akibat yang barangkali tak pernah terlogikakan oleh logistik 20ribu itu.

Saya mendapatkan garis merah dan  pertanyaaan atas ini:

a. Hasrat berkuasa yang cukup kuat, segala cara ditempuh  untuk menjadi nomor satu di distriknya, haruskah selalu begitu, mengapa ini dibudayakan dan  tampak kian hari menjadi pewajaran?
Bandingkan dengan Obama (tidak bermaksud mengelu-elukan, hanya mencari media;obyek pembelajaran), terus melaju di konvensi capres di partai Demokrat, yakin akan visinya untuk membawa Amerika menuju perubahan, juga merubah kebijakan politik luar negerinya prihal invansi nya ke negara pemilik minyak berlimpah (semoga) tanpa harus mengeluarkan nominal yang dialokasikan khusus untuk H-3 dalam rangka mempengaruhi logika pemilih.

b. Logika dan logistik bisa menyelamatkan juga bisa menyesatkan di kala sebanding sama dengan atau bertolak antara keduannya.

c. Orientasi pemilih dan cara obyek (yang ingin dipilih) sangat  pragmatis-praktis.
Barangkali ini sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi penduduk yang tampaknya juga sebanding dengan tingkat pendidikan, yang berarti sejajar dengan  rendahnya tingkat kesadaran akan haknya (untuk bebas memilih) tanpa harus dipengaruhi oleh logistik yang berlatar belakang kepentingan individu dan golongan.

Akankah pembodohan (pada yang dibodohi-didustai) oleh yang merasa lebih pintar akan berlangsung berulang dan terus berkembang (sengaja ditumbuhkan) di setiap kali moment pemilihan calon pemimpin? Bukankah seharusnya moment ini adalah media pendewasaan dan pembelajaran berpolitik? Akankah kita terus belajar mengeja d-e-m-o-k-r-a-s-i (demokrasi) yang tersering  terbaca d-e-m-o-c-r-a-z-y?. Kapan negeri ini akan melangkah me-nyata-kan (membuat nyata;sesungguhnya) demokrasi? Bilakah kita mampu merayakan bersama kebedaan pilihan yang sejatinya ada?.

Blog PerempuanNya Ningrum


Tanggapan

  1. Harap dimaklumi jika logika kuasa mengalahkan yang lainnya. Hasilnya bisa dilihat sendiri. Kasihan petani yang banyak terkorbankan atas gagalnya panen mereka dengan tingkat kerugian yang tak tanggung-tanggung.

    Aduh, kasihan betul petani kita.

  2. wah, psotingan yang kritis dan menohok, mbak ningrum. idealnya, antara logika dan logistik bisa saling melengkapi. jika dikolaborasikan akan mampu membangun sebuah harmoni. tapi kayaknya sekarang banyak orang yang lebih mementingkan logistik tuh daripada logika, hehehehe 😆

  3. 4. Sam Gempur
    Yup, logika kuasa seringkali tak masuk logika rakyat, sulit terpahami dan sering gak ketemu daripada ketemu antara keduannya 😦

    4.Bang Sawal
    Kenyataan bicara lain ya bang Sawal. Ya kek postingan ini, hanya karena uang (logistik)Rp.20ribu, logika menjadi gak berguna-gak digunakan.terkalahkan oleh perut dan keinginan.


Tinggalkan komentar

Kategori